TOPNUSANTARA.com – Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA) Canakya Suman dihadirkan sebagai saksi dalam perkara korupsi kredit macet Rp 39,5 miliar di Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Medan dengan terdakwa oknum notaris Elviera.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (11/7/2022) terungkap bahwa berita acara penyerahan 93 sertifikat hak guna bangunan (SHGB) ditandatangani Canakya Suman meski SHGB itu tidak pernah diserahkan.
Pada pemeriksaan Canakya itu, juga terungkap bahwa PT ACR sebagai pemilik 93 SHGB sebelumnya telah mengagunkan sertifikat itu ke Bank Sumut, dan belum lunas. Tetapi proses permohonan ke BTN tetap dilakukan.
Canakya menerangkan, dirinya dikenalkan oleh seorang bernama Dayan Sutomo ke Aditya Nugroho, analis kredit di BTN.
Medan. Selanjutnya, Canakya mengajukan permohonan peminjaman uang dengan agunan milik PT ACR yang direkturnya adalah Mujianto.
Canakya mengaku mengajukan kredit untuk konstruksi pembangunan 151 unit rumah di Takapuna Residence di Jalan Kapten Sumarsono. Ia mengajukan dengan menggunakan SHGB atas nama PT ACR yang masih menjadi agunan di Bank Sumut.
Menjelang akad, Canakya mengaku telah memberitahu Ferry melalui Aditya bahwa SHGB agunan masih di Bank Sumut. Meski begitu, tetap digelar legal meeting pada 24 dan 27 Februari 2014. Penandatanganan akad kredit pada 27 Februari 2014, sedangkan pencairan kredit dilakukan pada 3 Maret 2014 sekaligus dua tahap dengan total mencapai Rp 20 miliar. Pada saat pencairan inilah, Canakya mengaku disodorkan berita acara penyerahan 93 SHGB sebagai kelengkapan syarat pencairan kredit. Tapi SHGB nya tidak diserahkan. “Kenapa ditandatangani yang tidak ada?” tanya hakim Immanuel Tarigan. Canakya kemudian menjawab bahwa penandatanganan berita acara dilakukan untuk melengkapi syarat pencairan kredit. Berita acara itu juga bertanggal mundur. Bertanggal 27 Februari, namun diteken 3 Maret agar seolah-olah sudah ada serah terima sebelum pencairan.
Canakya mengaku, dari total Rp 39,5 miliar yang diterimanya, sekitar Rp 14 miliar digunakan untuk melunasi kredit PT ACR di Bank Sumut. Hakim kemudian menanyakan kemana SHGB yang telah ditebus itu. “Diserahkan ke customer yang mulia,” jawab Canakya. “Diserahkan atau dijual?” tanya hakim. Semestinya, SHGB yang telah ditebus itu dibaliknamakan lalu Diserahkan ke BTN Medan sebagai agunan. Namun, itu tidak dilakukan Canakya. Hal ini yang membuat Canakya terseret perkara penggelapan dan telah divonis. “Berapa lama anda dihukum?” tanya hakim. “2 tahun 4 bulan yang mulia,” ungkapnya.
Selain Canakya, sidang juga menghadirkan saksi Ferry Sonefille selaku pimpinan Cabang BTN Medan (2013-2015), dan penghubung PT KAYA dengan pejabat BTN Dayan Sutomo.
Sementara kuasa hukum Elviera yang dimotori Tommy Sinulingga mempertanyakan prinsip kehati-hatian di BTN Medan. “Siapa saja analis yang melaksanakan prinsif kehati-hatian di BTN?” tanya Tommy dijawab Ferry dengan menyebut Aditya Nugroho bawahan dari R Dewo Pratoloadji.
Tommy juga mengingatkan awal pengajuan permohonan kredit PT KAYA sebesar Rp 49 miliar. Ada surat persetujuan yang ditandatangani Ferry. Namun, Ferry kembali membantah bahwa suratnya itu bukan persetujuan, melainkan hanya rekomendasi ke pimpinan BTN Pusat. “Itu bukan persetujuan, tapi rekomendasi,” kilahnya.
Akan tetapi Ferry tidak membantah bahwa surat rekomendasinya itu berisi tidak keberatan dengan kredit yang diajukan PT KAYA.
Selanjutnya Tommy mencecar soal persetujuan permohonan pada 4 Februari 2014. Padahal sebelumnya, medio Oktober 2013, BTN Pusat telah menerbitkan memo yang menyatakan syarat kelengkapan permohonan kredit itu harus atas nama pemohon terkait agunan yang diagunkan ke pihak BTN. “Apakah saksi tahu soal itu? Dan mengapa saksi tandatangani surat persetujuan pemberian kredit (SP2K) kepada PT KAYA untuk konstruksi perumahan Takafuna Residence tanggal 4 Februari 2014. Sementara tanggal 24 dan 27 Februari 2014 masih digelar legal meeting. Artinya, saksi mengetahui memo dari BTN Pusat 2013, tapi tetap menyetujui permohonan PT KAYA itu pada 4 Februari 2014. Persetujuan itu jauh sebelum digelar legal meeting pada 24 dan 27 Februari 2014,” tanya Tommy.
Lalu Ferry pun membenarkan bahwa dirinya ada menandatangani persetujuan itu. Namun hal itu menurutnya dikarenakan sudah dianggap memenuhi persyaratan.
Jawaban Ferry itu membuktikan kalau Notaris Elviera tidak terlibat dalam kesepakatan antara PT KAYA dengan pihak BTN Medan dalam proses kredit untuk konstruksi Takafuna Residence. Hal itu diperkuat dengan pernyataan saksi Dayan Sutomo yang mengaku mengenal Notaris Elviera pada 24 Februari 2014. “Artinya, sepakat dulu PT KAYA dengan BTN, baru notaris dipanggil. Begitukan saksi?” tanya Tommy dijawab ya oleh Ferry.
Majelis hakim menimpali pertanyaan kuasa hukum kepada Ferry. “Terus yang membuat saksi percaya adalah berita acara yang dibuat oleh Pak Dewo (R Dewo Pratoloadji-red) dan ada covernote yang dibuat oleh notaris. Apa saksi tahu bahwa SHGB aslinya itu masih ada di Bank Sumut?” tanya hakim.
Lagi-lagi Ferry berkilah. Katanya, ada surat dari Bank Sumut. Namun, setelah ditunjukkan surat itu, ternyata hanya pemberitahuan bahwa SHGB yang jadi jaminan di Bank Sumut akan diberikan bila telah melunasi kredit PT ACR. Artinya, dana kredit dari BTN yang dikucurkan kepada PT KAYA digunakan untuk melunasi kredit PT ACR ke Bank Sumut.
Setelah Ferry, giliran saksi Dayan Sutomo memberi keterangan. Dayan mengaku diberi hadiah Rp 500 juta karena berhasil mempertemukan pimpinan PT ACR dengan pihak Bank Sumut terkait pengajuan kredit sebesar Rp 35 miliar. Hadiah itu diberikan Antona, staf Mujianto selaku Direktur PT ACR. Sedangkan dari PT KAYA, ia mengaku diberi sebuah rumah karena mempertemukan Canakya Suman (Direktur PT KAYA) dengan pejabat analis BTN, Aditya Nugroho, hingga mulus mengajukan kredit. Pemberian hadiah rumah itu dibungkus dengan akta jual beli.
“Saya diberi rumah berikut sertifikatnya. Hadiah itu dibuat akta jual beli seolah-olah saya telah membeli. Padahal itu hadiah,” aku Dayan di hadapan majelis hakim dipimpin Immanuel Tarigan. Selain itu, Dayan juga mengaku telah memberikan uang Rp 100 juta kepada Ferry sebagai hadiah memuluskan kredit PT KAYA. “Hadiah uang itu saya berikan di depan Canakya Suman di Hotel Emeral saat makan malam bersama,” jelas Dayan.
Keterangan Dayan itu langsung dipertanyakan hakim Immanuel Tarigan kepada saksi Canakya Suman yang dihadirkan secara virtual. “Tidak benar itu majelis hakim. Soal satu sertifikat itu, kami proses jual beli. Bukan saya berikan. Soal 100 juta itu juga, tidak benar itu. Dia ada hutang 100 juta, (pemberian) itu mungkin hanya inisiatif Dayan sendiri,” jawab Canakya menjawab hakim Immanuel Tarigan.
Hakim Immanuel tidak langsung percaya dengan jawaban Canaknya yang kerap berbelit-belit saat memberi kesaksian. “Anda yang jujur. Tadi Dayan sudah menjelaskan. Jangan anda berbohong. Anda tahukan, ada sudah disumpah, nanti bisa-bisa dikenakan berbohong memberi keterangan,” tegas Immanuel. Tapi Canakya tetap bersikukuh membantah.
Dalam dakwaannya, JPU Resky Pradhana Romli membeberkan bahwa Elviera selaku notaris telah bekerja sama dengan PT BTN Kantor Cabang Medan berdasarkan Surat Perjanjian Kerja Sama Nomor: 00640/Mdn.I/LA/III/2011 tanggal 11 Maret 2011. Kontrak kerja sama itu kemudian diperpanjang lagi berdasar Perjanjian Kerja Sama Nomor: 20/PKS/MDN/II/2014 tanggal 25 Februari 2014.
Pada dakwaannya, Jaksa Resky mendakwa Elviera memberi bantuan, kesempatan, sarana atau keterangan yang tidak sesuai dengan keadaan dan kondisi sebenarnya kepada sejumlah pihak. Antara lain yakni eks Kepala BTN Kantor Cabang Medan Ferry Sonefille, lalu Pejabat Kredit Komersial BTN Kantor Cabang Medan R Dewo Pratoliadji dan Analisa Kredit Komersial BTN Kantor Cabang Medan Aditya Nugroho.
Kerja sama antara Elviera dan BTN Cabang Medan menyangkut pemberian kredit kepada PT KAYA. Saat itu, direktur PT KAYA dijabat oleh Canakya Suman.
Menurut JPU Resky, Elviera membuat Akta Perjanjian Kredit Nomor 158 tanggal 27 Februari 2014 antara PT BTN Kantor Cabang Medan selaku kreditur dan PT KAYA selaku debitur. Akta itu mencantumkan agunan 93 SHGB atas nama PT ACR. Dari total agunan, sebanyak 79 SHGB di antaranya masih terikat tanggungan di Bank Sumut Cabang Tembung dan belum lunas. Elviera diduga membuat surat keterangan atau covernote nomor: 74/EA/Not/DS/II/2014 tanggal 27 Februari 2014. Surat itu menerangkan bahwa seolah-olah terdakwa sudah menerima seluruh persyaratan untuk balik nama 93 SHGB. Sehingga kredit modal kerja konstruksi kredit yasa griya (KMK-KYG) dari PT BTN Kantor Cabang Medan dapat dicairkan untuk PT KAYA.
Pemuda Lumbung Informasi Rakyat (Pemuda LIRA) Kota Medan memberikan sorotannya atas perkara ini.
“Kami menggarisbawahi ini sebagai sebuah kejanggalan. Mengapa pihak-pihak berwenang di BTN Kantor Cabang Medan dan PT KAYA justru belum diseret ke pengadilan?” ujar Koordinator Tim Investigasi Pemuda LIRA Kota Medan Andrian Siaguan.
Dalam proses pencairan kredit, menurut Andrian, terdapat standar operasional prosedur yang mewajibkan legal meeting antara calon debitur dan kreditur.
“Karena itu, seharusnya unsur pimpinan di BTN Kantor Cabang Medan, termasuk pejabat analis perkreditan, yang lebih dulu diseret ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan keputusan yang mereka ambil,” katanya.
Di sisi lain, lanjut Andrian, Pemuda LIRA Kota Medan juga menemukan dugaan penyelewengan dana kredit tersebut.
Menurutnya, sebagian dana yang diterima PT KAYA dari BTN Kantor Cabang Medan justru digunakan untuk melunasi kredit PT ACR di Bank Sumut Cabang Tembung yang telah jatuh tempo.
“Sehingga telah terjadi penyimpangan peruntukan atas aliran kredit KMK-KYG di BTN Cabang Medan ini, dari yang seharusnya untuk membangun perumahan menjadi untuk melunasi utang,” tegasnya. (r)
Related Posts
Jual Sabu 1 Kg ke Polisi, Hakim Vonis Obama 14 Tahun Penjara
Pengadilan Tinggi Riau Perintahkan Agar Mantan Kades Seberida Segera Ditahan
Dirkrimum Poldasu Diganti, Kombes Sumaryono Ditarik ke Mabes Polri
Wakil Ketua PN Medan Bakal Jadi Hakim Tinggi PT Makassar
4 Calon Pekerja Migran Ilegal Digagalkan Polisi di Sumut
No Responses