Kasus Perceraian di Kota Padangsidimpuan Meningkat 10% Setiap Tahun

Kasus Perceraian di Kota Padangsidimpuan Meningkat 10% Setiap Tahun

LIPUTANSUMUT.COM – Melalui data yang dimiliki oleh kantor pengadilan agama Kota Padangsidimpuan terkait kasus perceraian terhitung mulai tahun 2015 sampai tahun 2017, kasus tersebut di Kota Padangsidimpuan meningkat setiap tahun 10 %. Sementara untuk tahun 2018 terhitung masih empat bulan sudah ada 160 kasus perceraian yang harus ditangani oleh pihak pengadilan agama Kota Padangsidimpuan.

Panitera Pengadilan Agama Kota Padangsidimpuan H Zainul Arifin SH mengatakan bahwa kasus perceraian yang terjadi di Kota Padangsidimpuan setiap tahun mengalami peningkatan. “Kasus perceraian ini paling banyak dikarenakan faktor ekonomi, perselingkuhan dan kekerasan dalam rumah tangga serta faktor lainnya,” ucap Zainul kepada liputansumut.com. Selasa, (17/04/2018)

Selain itu, data yang sudah diperoleh kantor pengadilan agama Kota Padangsidemuan terkait kasus perceraian tersebut di tahun 2015 dan 2016, ada 191 dengan rincian sumber permohonan dari suami sebanyak 64 dan 127 gugatan yang diajukan pihak istri.

Sementara data kasus perceraian untuk tahun 2017 berjumlah 237 dengan permohonan dari suami 62 dan permohonan gugatan dari istri 175.

Kemudian untuk laporan data kasus perceraian tahun 2018 pihak pengadilan agama Kota Padangsidimpuan sudah menerima kasus perceraian sebanyak 160 yang sudah memiliki surat cerai dan ada juga yang masih dalam tahap proses.

Menurutnya, kasus tersebut terjadi karena faktor ekonomi. Pasalnya, dari berbagai persoalan yang kami tangani selama ini karena keluhan tentang kebutuhan sang istri tidak terpenuhi oleh suami. “Makanya saya sampaikan bisa saja penyebabnya karena kekurangan penghasilan suami yang diberikan ke istri atau suami dalam keadaan pengangguran ataupun juga suami memiliki uang lebih tetapi tidak diberikan sepenuhnya kepada istri,” katanya.

Selanjutnya untuk kasus perceraian karena faktor perselingkuhan diduga gara-gara facebook dan HP serta media sosial lainnya oleh suami maupun istri sehingga muncullah kecemburuan.

Kemudian untuk masalah kasus perceraian yang menyebabkan terjadi kekerasan dalam rumah tangga, umumnya korban adalah pihak istri, karena para suami terpengaruh narkoba atau minuman keras sehingga muncul pertengkaran yang mengakibatkan pemukulan. “Dimana kasus perceraian di Kota Padangsidimpuan dari 6 kecamatan setiap penduduknya ada yang kita tangani, namun kasus ini paling banyak mengajukan perceraian berasal dari Padangsidimpuan Utara, Padangsidimpuan Selatan dan seterusnya. Karena mereka itu datang dari berbagai profesi dengan pekerjaan yang berbeda-beda,” terang Zainul.

Zainul menjelaskan bahwa kasus itu terjadi kebanyakan berusia 20-40 tahun dan usia pernikahan mereka baru berumur 10  hingga 15 tahun saja dan rata-rata baru memiliki anak 1-2 orang. “Bisa dikatakan masih tergolong dibawah umur pada saat menikah, karena pasangan sumi istri yang mengajukan perceraian itu kebanyakan tidak memiliki buku nikah,” ucapnya.

Untuk mengatasi kasus perceraian ini agar tidak terjadi, kata dia, pihaknya dari pengadilan agama Kota Padangsidempuan selalu berupaya untuk melakukan mediasi supaya pasangan suami istri itu bisa bersatu kembali. “Dari hasil mediasi itu, jarang bisa bersatu kembali karena persentasenya sangat kecil,” ucapnya.

Atas semakin meningkatnya kasus perceraia tersebut, Zainul berpesan agar orang tua memberikan bimbingan terlebih dahulu kepada anak-anak mereka sebelum menikah. “Tujuannya agar sang anak memahami makna dari pernikahan tersebut. Pasalnya dalam kasus perceraian yang menjadi korban adalah anak-anak, jika suatu saat nanti sang anak akan mendapatkan ayah dan ibu tiri. Hilang kepercayaan diri anak tersebut dan keluarga mendapat malu serta banyak lagi kerugian lainnya yang akan timbul,” ungkapnya. (Syahrul Tanjung)

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan